Cari Blog Ini

Senin, 04 Juli 2011

PELAJARAN PERTAMA – TAFSIR SURAT AN NUR AYAT 1 – 10

MUQADDIMAH

Dalam muqaddimah ini akan dibahas hal-hal berikut ini, yaitu :

1. Identitas Surah An Nur

2. An Nur dan Kaitannya dengan nama surat

3. Keutamaan surah An Nur

4. Hubungan surah An Nur dengan surah sebelumnya

5. Pokok-pokok pikiran dalam surah An Nur


1. Identitas Surah An Nur

Surah An Nur adalah surah ke 24 dalam urutan mushaf Al Qur’an. Surah ini berisi 64 ayat, dan merupakan surah Madaniyah[1] karena surah ini turun setelah Rasulullah hijrah di Madinah, sehingga kesepakatan ulama menyebut surah ini dengan nama surah Madaniyah.[2]

Letak surah An Nur dalam urutan mushhaf berada di antara dua surah Makkiyah, yaitu surah Al Mu’minun dan surah Al Furqan. Sedangkan dari sisi turunnya, surah An Nur ini seperti yang dituturkan oleh Abdullah Ibnu Abbas, turun setelah surah An Nashr dan sebelum surah Al Hajj. Dalam riwayat lain menurut Ali bin Abi Thalhah, surah An Nur turun setelah surah Al Hajj dan sebelum surah Al Ahzab .[3]


Penamaan surah ini dengan nama “An Nur” sudah terjadi sejak zaman Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dan tidak ada nama lain selain nama An Nur. Sabda Nabi riwayat Imam Mujahid.[4] :

عن مجاهد ، قَالَ : قَالَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : « عَلِّمُوْا رِجَالَكُمْ سُوْرَةَ الْمَائِدَةِ وَعَلِّمُوْا نِسَاءَكُمْ سُوْرَةَ النُّوْرِ »


Artinya: Diriwayatkan dari Mujahid bahwa dia brekata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata : “Ajarkan kepada para laki-laki kalian surah Al Maidah dan ajarkan kepada wanita-wanita kalian surah An Nur. [5]

Demikian juga diriwayatkan dari Khlaifah Umar bin Al Khatab :

عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ ، كَانَ يَكْتُبُ إلَى الْآفَاقِ : لَا تَدْخُلَنَّ امْرَأَةٌ مُسْلِمَةٌ اَلحْمَامِ إِلاَّ مِنْ سَقَمٍ ، وَعَلِّمُوْا نِسَاءَكُمْ سُوْرَةَ النُّوْرِ


Dari Umar bin Al Khattab bahwa dia menulis surat ke segenap penjuru yang isinya : “Janganlah seorang wanita yang muslimah itu memasuki pemandian umum, kecuali untuk berobat dari sakit dan ajarkanlah, wahai para laki-laki, kepada istri-istri kalian surat An Nur”. [6]

2. An Nur dan Kaitannya dengan nama surat

Kata nur berasal dari akar kata nara-nuran, yang berarti menerangi, semakna dengan kata anara, nawwara, istanaara.[7]

Dalam bentuk kata benda yang memiliki kedekatan makna dengan kata nur adalah kata nar (api), yaitu unsur alamiah yang aktif mengeluarkan cahaya, panas, dan membakar, sering disebut juga dengan al lahab, ketika menjilat-jilat.

Sedang kata nur berarti cahaya, yaitu penerang yang menjelaskan sesuatu sehingga terlihat hakekat yang sesungguhnya. [8]

Di dalam Al Qur’an kata “nur” dan bentukannya diulang kurang lebih sebanyak 43 kali dalam beberapa bentuk,[9] diantaranya :

a. 10 kali kata “an nur” dengan tambahan “al”
b. 17 kali kata “nur” tanpa “al”
c. 1 kali digabung dengan dhamir (kata ganti) “kum” (kamu semua)
d. 1 kali digabung dengan dhamir (kata ganti) “na” (kami/kita)
e. 3 kali digabung dengan dhamir (kata ganti) “hu/hi” (dia/nya)
f. 1 kali digabung dengan dhamir (kata ganti) “hum/him” (mereka)

Dari 43 kali penyebutan kata “nur” dapat dikelompokkan dalam dua kelompok makna, yaitu nur ukhrawi dan nur duniawi.

Nur ukhrawi yaitu cahaya yang dimiliki orang-orang beriman di hari kiamat. Firman Allah :

يَوْمَ تَرَى الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ يَسْعَى نُورُهُمْ بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ


Artinya: Pada hari ketika kamu melihat orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan sebelah kanan mereka. (QS. Al Hadid/57:12)


يَوْمَ يَقُولُ الْمُنَافِقُونَ وَالْمُنَافِقَاتُ لِلَّذِينَ آَمَنُوا انْظُرُونَا نَقْتَبِسْ مِنْ نُورِكُمْ قِيلَ ارْجِعُوا وَرَاءَكُمْ فَالْتَمِسُوا نُورًا فَضُرِبَ بَيْنَهُمْ بِسُورٍ لَهُ بَابٌ بَاطِنُهُ فِيهِ الرَّحْمَةُ وَظَاهِرُهُ مِنْ قِبَلِهِ الْعَذَابُ


Artinya: Pada hari ketika orang-orang munafik laki-laki dan perempuan berkata kepada orang-orang beriman: “Tunggulah kami supaya kami dapat mengambil sebagiandari cahayamu”. Dikatakan kepada mereka: “Kembalilah kamu ke belakang dan carilah sendiri cahaya”. (QS. Al Hadid/57:13)


وَالَّذِينَ آَمَنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ أُولَئِكَ هُمُ الصِّدِّيقُونَ وَالشُّهَدَاءُ عِنْدَ رَبِّهِمْ لَهُمْ أَجْرُهُمْ وَنُورُهُمْ


Artinya: Dan orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mereka itu orang-orang shiddiqin dan orang-orang yang menjadi saksi di sisi Tuhan mereka. Bagi mereka pahala dan cahaya mereka. (QS. Al Hadid/57:19)


وَالَّذِينَ آَمَنُوا مَعَهُ نُورُهُمْ يَسْعَى بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ


Artinya: Sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: “Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. At Tahrim/66: 8)


Cahaya duniawi ada dua macam, yaitu :

a. Cahaya yang dapat ditangkap oleh al bashar (mata kepala) seperti cahaya matahari, bulan, lampu, dan lentera. Seperti dalam firman Allah:


هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا


Artinya: Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya. (QS. Yunus/10: 5)


b. Cahaya yang hanya dapat ditangkap oleh al bashirah (mata hati). Seperti penyebutan Islam dengan kata nur. Firman Allah :


يُرِيدُونَ لِيُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللَّهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ


Artinya: Mereka ingin hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyembpurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci. (QS. Ash Shaff/61:8)


Kata An Nur dalam Al Qur’an sering kali dugunakan untuk menunjukkan makna yang berbeda-beda, yaitu:


a. Al Iman, seperti dalam firman Allah :


اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آَمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ


Artinya: Allah pelindung orang-orang yang beriman; dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS. Al Baqarah/2: 257)


b. Risalah agama, seperti dalam firman Allah:


يُرِيدُونَ أَنْ يُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَيَأْبَى اللَّهُ إِلَّا أَنْ يُتِمَّ نُورَهُ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ


Artinya: Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walupun orang-orang kafir tidak menyukai. (QS. At Taubah/9: 32)


c. Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Seperti dalam firman Allah:


قَدْ جَاءَكُمْ مِنَ اللَّهِ نُورٌ وَكِتَابٌ مُبِينٌ


Artinya: Sesugguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan kitab yang menerangkan. (QS. Al Maidah/5:15)



d. Al Qur’an. Seperti dalam firman Allah:


يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَكُمْ بُرْهَانٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكُمْ نُورًا مُبِينًا


Artinya: Hai manusia sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu (Muhammad dengan mu’jizatnya) dan telah Kami turunkan kepamu cahaya yang terang benderang (Al Qur’an). (QS. An Nisa/4: 174)


e. Kitab suci sebelum Al Qur’an. Firman Allah:


إِنَّا أَنْزَلْنَا التَّوْرَاةَ فِيهَا هُدًى وَنُورٌ يَحْكُمُ بِهَا النَّبِيُّونَ الَّذِينَ أَسْلَمُوا


Artinya: Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan perkara-perkara orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerahkan diri kepada Allah. QS. Al Maidah/5:44


f. Petunjuk yang menerangi. Firman Allah:


وَمَنْ لَمْ يَجْعَلِ اللَّهُ لَهُ نُورًا فَمَا لَهُ مِنْ نُورٍ


Artinya: Dan barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah ia mempunyai cahaya sedikitpun. (QS. An Nur/24:40)


g. Sifat atau Asma (nama Allah). Seperti dalam firman Allah:


اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ الْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ الزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ يُوقَدُ مِنْ شَجَرَةٍ مُبَارَكَةٍ زَيْتُونَةٍ لاَ شَرْقِيَّةٍ وَلاَ غَرْبِيَّةٍ يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِيءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ نُورٌ عَلَى نُورٍ يَهْدِي اللَّهُ لِنُورِهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ


Artinya: Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat (sesuatu), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak dusentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. An Nur/24: 35)


Dalam kerangka inilah surah An Nur dinamakan. Karena surah ini memancarkan penerang kehidupan, dengan menetapkan hukum-hulum, adab-adab Islamiyah yang dapat memelihara keturunan dan kehormatan.


Semua ini berasal dari nur Allah yang menerangi hati kaum mukminin lewat penerangan wahyu, sebagaimana Allah menerangi alam raya dengan matahari, bulan, bintang, dan benda-benda bercahaya lainnya.


Dengan cahaya Allah inilah langit dan bumi menjadi terang, dan dengan nur Allah pula kehidupan menjadi terbimbing dan benar.


Penamaan surah 24 ini dengan nama surah An Nur sudah terjadi sejak zaman Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dan tidak ada nama lain selai nama An Nur.


3. Keutamaan Surah An Nur


Surah An Nur merupakan salah satu surah dalam Al Qur’an yang menekankan pada perlunya pembentukan masyarakat saleh secara operasinal yang dimulai dengan pembentukan pribadi, dan keluarga yang saleh.


Dari itulah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memberikan pesan khusus pengajaran surah ini kepada kaum wanita yang akan menjadi pengelola rumah tangga.


Said ibn Mansur, Ibnu Al Mundzir, dan Al Baihaqi meriwayatkan dari Mujahid berkata: Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


عَلِّمُوْا رِجَالَكُمْ سُوْرَةَ الْمَائِدَةِ وَعَلِّمُوْا نِسَاءَكُمْ سُوْرَةَ النُّوْرِ


Artinya: Ajarkan kepada para laki-laki kalian surah Al Ma’idah. Dan ajarkan kepada para wanita kalian surah An Nur. [10]


Haritsah ibn Mudhrib berkata: Umar bin Khaththab memerintahkan kami untuk mengajarkan surah An Nisa, Al Ahzab dan An Nur.[11]


4. Hubungan Surah An Nur dengan Surah Al Mu’minun


Antara surah An Nur dan surah sebelumnya (Al Mu’minun) terdapat hubungan tema yang saling berkaitan. Dalam surah Al Mu’minun terdapat pernyataan-pernyataan global atas berbagai persoalan, dan pada surah An Nur dijelaskan rincian dari persoalan-persolan itu dengan detail dan aplikatif.


a. Pada awal surah Al Mu’minun disebutkan salah satu ciri orang beriman yang beruntung adalah mereka yang menjaga mulutnya dari pembicaraan yang tidak berguna. Firman Allah :


وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ


Artinya: …dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna. (QS. Al Mu’minun/23:3)


Maka dalam surah An Nur ini diterangkan tentang hukum-hukum yang berkaitan dengan orang yang tidak dapat mengendalikan dari ucapan yang sia-sia, yaitu mencemarkan nama baik orang yang menjaga diri dan kehormatannya.[12]


b. Pada awal surah Al Mu’minun juga disebutkan tentang ciri orang beriman yang beruntung adalah orang beriman yang dapat menjaga kemaluannya dari perbuatan zina. Firman Allah:


وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ


Artinya: Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya. (QS. Al Mu’minun/23:5)


Maka pada surah An Nur ini dibicarakan tentang hukum-hukum yang berkaitan dengan orang yang tidak bisa menjaga kemaluannya.[13] Dan berlanjut kepada perangkat-perangkat yang diperlukan untuk menjaga kehormatan itu, seperti ghadhdhu-al bashar (menjaga pandangan), isti’dzan (meminta izin) sebelum memasuki rumah, menikah sebagai sarana perlindungan kemaluan dari yang haram, dan perintah iffah (menjaga diri, dengan puasa) bagi mereka yang belum mampu berpuasa.[14]


c. Pada penghujung surah Al Mu’minun Allah menyatakan bahwa Allah tidak menciptakan makhluk-Nya ini tanpa tujuan, akan tetapi untuk fungsi-fungsi dan tujuan-tujuan tertentu. Firman Allah :


أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ


Artinya: Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja) dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?. (QS. Al Mu’minun/23:115)


Maka pada surah An Nur ini, Allah SWT menerangkan beberapa perintah dan larangan yang mengikat manusia dengan Allah SWT.[15] Dengan semikian jelaslah peran yang selalu menjadi pertanyaan abadi manusia sejak ia berfikir.


5. Pokok-pokok Pikiran dalam Surah An Nur


Surat ini sebagian besar memuat petunjuk-petunjuk Allah yang berhubungan dengan persoalan rumah tangga dan kemasyarakatan dengan berlandaskan Iman yang benar.


Pokok-pokok pikiran yang terdapat dalam surah An Nur ialah masalah keimanan, syari’ah (hukum), dan kisah.[16]


a. Al Iman (Keimanan)


Dasar-dasar keimanan yang ada dalam surah An Nur ini meliputi :


1. Iman kepada Allah

Iman kepada Allah dalam surah An Nur ini disampaikan dengan menjelaskan Allah sebagai :

a. Dzat yang telah menurunkan Al Qur’an, seperti yang dijelaskan pada ayat 1, 34, dan 46.

b. Pemberi cahaya langit dan bumi, terdapat pada ayat 35.

c. Penguasa langit dan bumi terdapat dalam ayat 42, 43,44, 45, dan 64.

2. Iman kepada hari akhir/hari kiamat, ditegaskan dalam ayat 23-25.

3. Iman kepada Rasul, dalam surah An Nur ini disampaikan dengan menjelaskan Rasul sebagai :

a. Penerima wahyu Allah, terdapat pada ayat 1, dan 34.

b. Adab berkomunikasi dengan Rasulullah, terdapat pada ayat 62, 63.

c. Sikap kaum munafik terhadap Rasulullah, terdapat pada ayat 47 dan 50.

4. Keadaan orang-orang kafir di hari kiamat, dijelaskan pada ayat 39, 40.

5. Mentaati Allah dan rasul-Nya, ditegaskan pada ayat 51 sampai 54.

6. Landasan negeri beriman, dijelaskan pada ayat 55 sampai 57.

7. Proses penciptaan dan kehidupan hewan, dijelaskan pada ayat 45.


b. Syari’ah (Hukum-hukum)


1. Hukum zina, terdapat pada ayat 2-3.

2. Hukum qadzf (menuduh orang lain berbuat zina), terdapat pada ayat 4-5.

3. Hukum li’an (suami yang menuduh istrinya berbuat zina), terdapat pada ayat 6-10.

4. Izin sebelum memasuki rumah, terdapat pada ayat 27-29, 57-60.

5. Hukum Pandangan dan Hijab, terdapat pada ayat 30-31.

6. Hukum pernikahan terdapat pada ayat 32-34.

7. Makan di rumah orang tanpa izin, terdapat pada ayat 61.


c. Al Qishshah (Kisah)


Berita palsu tentang Aisyah, terdapat pada ayat 11 sampai 26.


[1] Pengertian Madaniyah dengan mengatakan sebagai ayat yang turun sesudah hijrah Nabi ke Madinah adalah pengertian yang populer di kalangan ulama ulumul-Qur’an, meskipun ayat itu turunnya di Makkah. Seperti ayat 58 surah An Nisa yang turun pada saat Fathu Makkah, atau ayat 3 surah Al Maidah. Lawannya adalah Makkiyah, yaitu ayat yang turun sebelum Nabi hijrah.


Pertimbangan lain adalah tempat turunnya ayat itu. Makkiyah adalah yang turun di Makkah dansekitarnya seperti Mina, Arafah, dan Hudaibiyyah, sedangkan Madaniyyah adalah yang turun di Madinah dan sekitarnya seperti Uhud dan Quba’. Pembagian ini menimbulkan adanya beberapa ayat yang tidak dapat masuk dalam dua kelompok itu. Seperti ayat yang turun di Tabuk, atau Baitul Maqdis. Dan pembatasan ini menuntut terjadinya ayat yang turun Makkah sesudah hijrah Nabi disebut pula Makkiyah.


Pertimbangan lainnya adalah dengan memperhatikan mukhathab ayat, jika khithab itu ditujukan kepada ahlu Makkah “Ya Ayyuhan-Nas” disebut Makkiyah dan khithab kepada Ahlu Madinah “Ya Ayyuhal-ladzina amanu disebut Madaniyah. Hanya saja kebanyakan ayat Al Qur’an tidak diawali dengan kalimat itu, sehingga tidak teridentifikasi.


Lihat Manna’ Al Qaththan, Mabahits fi Ulum Al Qur’an, (Dar el Fikr, T th) h. 61-62. As Suyuthi, Al Itqan fi Ulum Al Qur’an, (Beirut: Dar al Fikr, T th.) Juz I h. 9


[2] As Suyuthi, op cit, Juz I h. 11

[3] ibid.

[4] Mujahid Ibn Jabr Al Makkiy, disebut juga Abu Al Hajjaj Al Mahzumi. Lahir tahun 21 H pada masa pemerintahan Umar bin Khaththab, wafat 103 H. Maula (budak) As Sa’ib ibn Abi As Saib. Banyak meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib, Sa’d bin Abi Waqas, Abdullah ibn Abbas, Abdullah ibn Umar, Abdullah ibn Amr, dan Abdullah ibn Mas’ud, Rafi’ ibn Khudaij, Aisyah, Ummu Salamah, Abu Hurairah, dan banyak lagi. Ia dikenal sebagai imam para Mufassir dari kalangan Tabi’in. Pendapatnya banyak diriwayatkan oleh Atha’, Ikrimah, Amr ibnu Dinar, Qatadah, Sulaiman al Ahwal, Sulaiman al A’masy, Abdullah ibn Katsir al Qari’, dan banyak lagi. At Tsauri berkata: “Jika sampai kepadamu tafsir dari Mujahid, maka cukuplah itu. Lihat, Al Qaththan, Mabahits fi Ulumil-Qur’an, op cit, h. 384. Adz Dzahabi, At Tafsir wa Al Mufassirun, (Beirut: Darul Qalam, Tth) Cet. I, Jilid I h 109. Ash Shabuni, At Tibyan fi Ulum Al Qur’an, (Jakarta: Dinamika Keluarga, 1985), Cet I, h. 78

[5] Al Baiohaqi, Sya’bul Iman, Juz V ; hal. 432, no. Hadits 2330, As Syaukani, Fathul-Qadir, op cit, Jilid IV, h. 3. Al Maraghi, Ahmada Musthafa, Tafsir Al Maraghiy, ( Beirut: Dar El Fikr, T th) Juz, XVIII h. 66

[6] Lihat Mushonnaf ‘Abdur Rozak, Juz I, hal. 295, No. Hadits 1133

[7] Lihat Zainuddin Ar Razi, Mukhtarush Shihah, hal. 324

[8] Majma’ Al Lughah Al Arabiyah, Al Mu’jam al Wasith, (Istanbul, Turki, Al Maktabah Al Islamiyah, 1972) Cet. II Juz II h. 962

[9] Abdul Baqi, Muhammad Fuad, Al Mu’jam Al Mufahras li Alfadh Al Qur’an, (Beirut: Dar El Fikr, 1981) Cet. II h. 723-724

[10] Asy Sayuakani, op cit, Jilid IV h. 3. Al Alusi, Ruh al Ma’ani, Jilid X Juz 18 h. 112. Al Maraghi, Jilid VI Juz 18 hal 66

[11] ibid,

[12] lihat surah An Nur. Ayat 4-26

[13] lihat surah An Nur ayat 2 dan 3

[14] Al Maraghi, Tafsir Al Maraghi, op cit, Juz. XVIII h. 66, Hawwa, Said, Al Asas fi at Tafsir, ( Riyadh: Darussaslam, 1988), Cet.IV, Jilid VII h. 3679, Al Biqa’iy, Nadhmu ad Durar fi Tanasubi as Suwar, (Kairo, Dar Kitab al Islami,1992) Cet. II, Jilid XIII h. 202. Al Alusi, Ruh Al Ma’ani, (Beirut: Dar El Fikr, 1994) Jilid X Juz XVIII h. 111-112

[15] Hawwa, Said, op cit, h. 3679. Al Alusi, op cit,

[16] Al Qur’an dan Terjemahnya, Muqaddimah Surah An Nur, hal 542


http://imamuna.wordpress.com/2008/11/17/bab-i/

2 komentar:

Unknown mengatakan...

Subhanallah, semoga saya sebagai suami bisa membimbing istri dan keluarga..Amin

agus mengatakan...

Subbhanallah....semoga berkah.....syukron