Cari Blog Ini

Kamis, 21 Juli 2011

Imam Ali as Sosok Pembela Keadilan dan Orang-orang Tertindas

Imam Ali bin Abi Thalib as dan para pembela kaum tertindas datang ke dunia untuk menegakkan kebenaran dan menghancurkan kebatilan. Mereka bangkit dengan tujuan ini dan memegang kendali kekhalifahan dengan mengingat tujuan ini pula. Namun dunia seisinya hampir tidak menerima hukum dan prinsipnya.

Orang-orang yang tidak adil dan kejam amat besar jumlahnya dan mempunyai pengikut yang banyak dan kekuatan yang besar. Tugas yang hendak dicapai Imam Ali amat berat dan berbahaya.

Imam Ali mengatakan pada orang-orang agar jangan menjadi penindas atau tertindas. Ia menghendaki agar tak ada orang menindas orang lain dan tak seorang pun boleh mentolerir penindasan.

Namun orang-orang di zamannya tidak siap, menerima pandangan Imam Ali ini dan enggan mendukung cita-citanya. Keadaannya sedemikian rupa sehingga orang-orang tertindas pun tidak memihak kepadanya, karena mereka begitu terpesona oleh para penindas dan takut akan permusuhan dan pembalasan mereka.

Mereka begitu dungu sehingga menerima suap dari musuh-musuh Imam Ali dan menarik dukungan mereka kepadanya. Lama kelamaan hanya orang-orang yang bertakwa dan berani yang tersisa, dan mereka tidak meninggalkannya dalam keadaan bagaimanapun.

Namun, apakah layak Imam Ali berkecil hati dan melunak pada saat kekuatan jahat telah membentuk satu front untuk menentangnya? Mungkinkah orang yang berani kehilangan semangat lalu melepaskan segala usaha karena dia menghadapi bencana dan kesukaran yang disebabkan orang-orang yang berprilaku seperti binatang buas di sekitarnya, terutama pada saat setiap, orang takut mati pula?

Apakah Imam Ali harus patah semangat dan melempem ketika musuh menjadi semakin beringas, ketika semua pewenang yang kehilangan rasa kebijaksanaannya menjual agamanya demi kesenangan dunia, harta, dan kedudukan secara bodoh, menciptakan kekacauan di kota-kota, bersikeras dalam penindasan, penuh kesombongan dan tipuan, mengada-adakan bid’ah dan kesia-siaan, memuji kebatilan dan kejahatan sambil terus mengharap hadiah, melenyapkan keadilan dan kejujuran, menciptakan huru-hara, kekacauan, kezaliman, dan kekejaman tanpa batas?

Apakah ia akan menjadi lemah dan tak berdaya bila kondisi orang-orang di sekitarnya seperti ini: “Orang yang minta tolong kepada mereka tidak akan berhasil; orang yang menemui mereka tidak akan memperoleh kedamaian; siapa saja yang ditemani mereka dalam pertempuran akan menderita kekalahan; mereka tuli walaupun punya telinga, bisu walaupun punya kemampuan berbicara; mereka tidak tabah dalam peperangan seperti halnya para pemberani yang penuh semangat; tak seorang pun dapat bergantung pada simpati dan dukungan mereka pada saat kesulitan?”

Dalam kondisi seperti itu, tentu saja orang akan merasa lemas tak berdaya dan berpangku tangan. Tetapi hal ini tidak akan pernah terjadi pada Imam Ali bin Abi Thalib.

Cintanya yang mendalam kepada setiap manusia mendorongnya untuk tidak menunjukkan kemurahan hati sedikit pun kepada orang yang memudaratkan rakyat, walaupun ia harus mengorbankan hidupnya dalam perjuangan melawan mereka.

Orang yang menganggap sikap berdiam diri di hadapan penindas sebagai tanda cinta, kebaikan dan kelemah-lembutan adalahpembohong atau tidak mengenal watak manusia, karena keadaan yang sebenarnya adalah sebaliknya.

Cinta dan kebaikan yang sesungguhnya kepada umat manusia berarti menindak para penindas dengan keras dan tegas sehingga mereka membebaskan manusia dari perbudakan. Dalam keadaan tertentu keramahan dan kelembutan memaksa manusia untuk bertindak amat keras.

Manusia mencintai keindahan sebagaimana ia membenci keburukan. Ia membenci ketidakadilan dan penindasan sebagaimana ia menginginkan keadilan. Ia sama takutnya akan dinginnya kematian sebagaimana ia sangat menyukai hangatnya kehidupan.

Seseorang tak dapat menebaskan pedang pada leher pendurhaka dan penindas, kecuali apabila ia memandang kehidupan sebagai suatu rahmat. Singkatnya, orang yang tidak dapat membenci tak akan dapat pula mencintai.




Dikutip dari buku Suara Keadilan: Sosok Agung Ali bin Abi Thalib RA, Karya George Jordac, Penerbit Lentera

Tidak ada komentar: